Suasana kampung Maju
Mundur sedang ramai pada perayaan kemerdekaan 17 Agustus. Perayaan ini
dilaksanakan untuk merayakan sekaligus mengingat kemerdekaan atas Indonesia
telah berhasil mengusir bangsa penjajah di bumi Nusantara. Berbagai ragam
kegiatan dilaksanakan di kampung Maju Mundur, salah satunya kegiatan jalan
sehat pagi diakhiri acak undian berhadiah berupa benda elektronik dan kebutuhan
rumah tangga bermerek dan berkualitas bagus.
“Abah, jangan
jauh-jauh. Mamah ini susah nyusul Abah. Mamah sudah tidak kuat habis jalan
sehat tadi pagi. Sesak di kerumunan.” teriak Wulan sambil memegang pundak Mamah.
Abah tetap tidak
bergeming. Pikirannya terhanyut di suasanan kerumunan riuh saat pembawa acara
mengumumkan hasil undian terakhir berhadiah televisi bermerek terkenal dengan
kualitas layar terbaik. Dalam hati, Abah komat-kamit memanterai hasil undian
diakhiri hadiah televisi ke Abah.
Tak lama, pembawa
acara sudah memegang kertas nomor undian dan mengumumkan hasil acak undian. “Pemenang
terakhir acak undian berhadiah televisi adalah nomor…... 115!”
Mendengar nomor
undian yang disebutkan, Abah langsung berteriak sekeras-kerasnya.
“AKU MENANG! AKHIRNYA
TELEVISI JADI MILIKKU”.
Semua orang
disekeliling Abah kaget setelah mendengar suara lengkingannya. Wulan dan Mamah
juga ikut kaget saat mendengar suara Abah dari kejauhan.
“Abah? Apakah Abah
menang dapat hadiah acak undian?”. Wulan memandang ke kerumunan dari jauh.
Kaki Mamah sudah
merasa kesakitan. Sambil duduk, Mamah merasa cemberut.
“Lan, Abah ini dah
lebay banget. Kalau senang ini itu, Abah langsung saja berteriak-teriak. Mamah
pengen nutup mulut Abah dengan cabe-cabe pedas.” Mendengar kata-kata Mamah,
Wulan hanya bisa tertawa cekikian.
“Mah, walaupun Abah
begitu. Abah hebat. Wulan bangga punya sosok Abah.” Wulan mengajukan dua jempol
ke Mamah.
Abah terkenal dengan suara lengkingan unik hampir menyerupai suara ayam jantan berkokok di kampung Maju Mundur. Tak heran, Abah sering diminta tugas ronda keliling kampung untuk memastikan keamanan kampung dijaga. Kalau ada maling dilihat sedang ngerampok rumah warga, Abah tak segan-segan berteriak ala jurus kungfu auman singa yang ada di film Kungfu Hustler merupakan film favorit Abah, sehingga lantas sekejap membangunkan seluruh warga satu kampung.
Abah terkenal dengan suara lengkingan unik hampir menyerupai suara ayam jantan berkokok di kampung Maju Mundur. Tak heran, Abah sering diminta tugas ronda keliling kampung untuk memastikan keamanan kampung dijaga. Kalau ada maling dilihat sedang ngerampok rumah warga, Abah tak segan-segan berteriak ala jurus kungfu auman singa yang ada di film Kungfu Hustler merupakan film favorit Abah, sehingga lantas sekejap membangunkan seluruh warga satu kampung.
****
Sesampainya di rumah,
Abah langsung senyum-senyum sambil memandang televisi baru yang didapat dari
acak undian menggantikan televisi lama yang sudah ketinggalan zaman.
“Abah, jangan sombong
karena punya tivi bagus daripada punya tetangga di sebelah. Ntar, dapat karma.”
ujar Mamah sambil memegang sendok kayu ke Abah.
“Tenang aja, Mah.
Kita mesti bersyukur punya tivi bagus. Kita kan beruntung bisa nonton tivi ini
yang dilengkapi parabola bagus dijamin tanpa gangguan.” komentar Abah.
Mamah hanya bisa
menghembuskan napas dan segera menuju dapur setelah tercium gorengan tempe
mendoan lezat sudah matang. Wulan tertawa kecil dan menghampiri Abah.
“Abah ini bisa saja.
Semoga tidak ada karma ya, kan Abah.”
****
Jam menunjukkan pukul
10 malam, Abah berpakaian baju koko putih lengkap dengan sarung, kopiah hitam,
dan senter. Abah menemui Mamah dan Wulan.
“Abah pamit ya mau
ngeronda keliling kampung.”
“Ya Abah. Jangan
teriak-teriak nanti kalau ketemu maling, lebay banget lengkingan Abah.
Hati-hati ya bah.” Mamah langsung menyalami Abah. Abah pun tertawa kecil.
“Abah hati-hati ya.”
Wulan ikut menyalami Abah.
Setelah Abah pergi
untuk ngeronda rutin keliling kampung bersama teman-temannya. Mamah dan Wulan
pun menuju ke tempat tidur masing-masing dan tertidur pulas.
KRESEK…..KRESEKK…..KRESEKKK……PRAAAANGGG
Suara aneh dan
terdengar seperti suara piring pecah membuat Wulan dan Mamah terbangun cepat
setelah tidur 3 jam. Wulan cepat-cepat menemui Mamah.
“Mah, suara apa itu
terdengar piring pecah. Apa jangan-jangan……” kata-kata Wulan dipotong Mamah.
“Lan, jangan
bersuara, harus diam. Mungkin itu ulah maling. Kita harus telepon polisi
sebelum Abah datang.”
“Telepon polisi?
Telepon ada di ruang keluarga. Tidak bisa ke sana.” kilah Wulan. Mendengar
alasannya, Mamah menemukan ide. Mamah langsung ke dapur dan membawa beberapa
alat dapur ke Wulan.
“Wah, Mamah ini.”
Wulan hanya bisa melongo setelah menerima wajan dan panci besi dari Mamah.
“Lan, selagi Mamah
akan menghadang maling nakal. Kamu harus cepat-cepat telepon polisi, oke?”
Mamah mengacungkan satu jempol.
Kepala Mamah ditutupi
panci besi besar dan dua tangannya memegang sendok penggorengan dan wajan besi
bulat digunakan sebagai perisai. Akhirnya, mereka berdua bersiap-siap dan
melancarkan aksi heroik berbekal alat dapur.
Sesaat Wulan dan
Mamah memerongki maling berjumlah 4 orang terlihat sedang mencuri tivi baru yang
didapat dari acak undian. Kelompok maling yang wajah ditutupi sarung, hanya
mata saja yang terlihat dibuat kaget oleh aksi heroik Wulan dan Mamah.
“Mah, mereka mencuri
tivi baru kesayangan Abah. Harus telepon polisi secepatnya!”. Wulan bergegas menuju
ke tempat telepon rumah berada setelah mengayunkan wajan besi ke muka maling
yang pertama kontak dengan Wulan. Maling pun dibuat jatuh tersungkur ke lantai.
“Ya lan, cepetan”.
Dengan tatapan mata pemangsa, Mamah menghadang satu maling sempat bangun habis ditampar
wajan besi oleh Wulan, lalu memberi isyarat pada tiga temannya untuk segera
kabur ke luar rumah sambil membawa tivi secepat kilat.
“Yah, mereka mau
kabur. Jangan coba-coba kabur. MALIIIIIINGGGGG!” teriak Mamah bergegas ke luar
rumah. Suara Mamah terdengar kalah keras dengan suara Abah.
Kebetulan Abah berada
di kejauhan dari posisi rumahnya bersama teman-teman ronda. Abah melihat Mamah
berlari keluar rumah mengejar kelompok maling sudah di truk pikap dengan tivi
sudah di tangannya. Dengan mata setajam elang, Abah baru menyadari tivi
kesayangannya dicuri maling. Bukannya berteriak ada maling, Abah malah
berteriak untuk tivi kesayangannya.
“TIVIIIIIIIIKUUUUUUUUU……….”
Teriakannya sekeras
ayam jantan tua melengking terus. Seluruh warga satu kampung terbangun cepat
dan berhamburan ke luar rumah. Mobil polisi tepat tiba di rumah Abah bersamaan
dengan truk pikap maling sudah kabur duluan membawa tivi kesayangan Abah.
****
“Sabar ya Bapak, tivi
pasti ditemukan. Kami akan usut pencurian tivi bapak secepatnya” Pak Polisi
menyemangati Abah tertunduk lemas dan meninggalkan Abah di luar rumah, Mamah
dan Wulan menghampiri Abah.
“Abah, sepertinya
karma buat Abah”. kata Mamah ke Abah.
“Mamah kok berkata
gitu. Abah jadi sedih”. Abah memangku ke pundak Mamah.
“Sudah ya Abah.
Polisi pasti balikin tivi yang dicuri maling. Saat ini hanya bisa menunggu
kabar.” Wulan ikut menghibur Abah.
Jam terus berputar
cepat menuju ke pukul 06.30 pagi, Wulan bersiap-siap berangkat ke kampus
diboncengi Pak Upik, tukang ojek langganannya sekaligus teman ronda Abah.
“Abah, Wulan
berangkat. Abah jangan sedih ya.” senyum Wulan setelah menyalami Abah dan Mamah.
Setelah Wulan
berangkat menuju ke kampusnya. Abah pun meminum kopi hangat dari Mamah sambil
duduk dan mendengarkan nyanyian musik melalui radio jadulnya.
“Abah, sudah berapa
lagi mau minta segelas kopi. Ntar, Abah sakit perut akibat kebanyakan kopi.”
sewot Mamah.
“Ya Mah, Abah tidak
ada selera untuk semangat. Tivi Abah sudah hilang. Tivi abah dicuri maling.
Hati Abah terasa dikerumuni awan hitam. Benar-benar mendung.”
Mamah bingung dibuat
oleh kelakukan Abah.
“Sudah ya, Abah. Hidup
ini terlalu indah untuk ditangisi. Mamah mau masak di dapur. Abah dengerin
musik dulu biar semangat kembali.”
Abah menyetel radio
ke saluran lain dan merebahkan punggungnya ke sandaran kursi sambil
mendengarkan musik balad era 80-an. Alunan nyanyian musik balad cukup mampu
menenangkan hati Abah yang gundah. Abah pun menyanyi dan menari sebisanya
sambil mendengar musik balad. Di dapur, Mamah pun senyum-senyum membayangkan
tarian aneh Abah. Mamah sudah lama mengenal tarian Abah yang paling aneh sekampung.
****
“Abah, Sini. Sini. Wulan mau ngasih kejutan buat
Abah.” ajak Wulan sambil mengandeng lengan Abah diikuti Mamah ke lapangan
rumput di kampung Maju Mundur.
Saat memasuki
lapangan rumput yang luas, Abah dan Mamah dibuat tertegun oleh keramaian festival
seni.
“Abah, Mamah. Ini
festival seni untuk Abah dari kampus Wulan. Mereka menyetujui ide dan tempat
untuk festival seni di sini.” senyum Wulan, lalu memeluk Abah dan Mamah.
“Terima kasih ya
Wulan. Abah senang.”
“Sama-sama, Abah.
Tunggu di depan panggung kecil itu sama Mamah ya. Wulan ada kejutan lagi untuk
Abah”.
Abah menyanggupi.
Abah dan Mamah segera ke depan panggung kecil. Di atas panggung, Wulan bersama
teman-teman kampusnya menyambut keriuhan semua warga kampung Maju Mundur. Wulan
bersikap layaknya seorang pembawa acara.
“Halo semuanya. Saya
Wulan dan teman-teman satu kampus dan sesama komunitas musik perkusi. Kami
membawakan lagu Energi dari band Kotak menggunakan alat perkusi. Mari kita bernyanyi
bersama. Ayo bersenang-senang!”
Jiwa dan semangat
warga kampung Maju Mundur kembali bertambah setelah Wulan dan teman-teman
sesama komunitas menyanyikan lagu Energi sambil memainkan alat perkusi. Semua
warga satu kampung, termasuk Abah dan Mamah terhanyut dalam alunan nyanyian
musik yang dimainkannya. Abah pun berjoget gaya gangnam dari penyanyi korea
terkenal, PSY.
“Idih, joget Abah
aneh. Sekarang Abah sudah merasa tidak menyesal hanya karena tivi dicuri
maling?”
“Ya, Mah. Hidup
terlalu singkat untuk disesali. Tidak ada gunanya menyesali untuk tivi Abah
dicuri maling”, jawab Abah enteng.
Mamah pun tersenyum
sesaat. “Ya benar, Abah. berterimakasihlah pada Wulan sudah membuat hidup Abah
berwarna kembali”.
Setelah kurang dari
satu jam, nyanyian musik berakhir. Wulan kembali menyambut antusias semua
warga.
“Rasakan yang tadi
kalian nyanyikan. Bernyanyi membuat kalian rasakan ya kan?” Diiringi riuh tepuk
tangan warga sekampung.
“Berikutnya satu lagu
terakhir. Kami akan membawakan salah satu lagu Koes Plus dari era 80-an yang
merupakan salah satu lagu favorit Abah saya”. Wulan turun dari panggung sambil
memegang salah satu alat perkusi, galon air minum.
“Abah, mari kita
bernyanyi dan menari bersama. Yuk, Abah.” Wulan menarik tangan Abah ke pusat
perhatian disekelilingi warga satu kampung. Mamah melihat Abah dan Wulan dari
dekat sambil mengacungkan dua jempolnya ke Wulan diikuti respon kedipan mata
Wulan.
“Wulan, Abah senang.
Abah sudah merasa tidak lagi sedih. Abah merasa sembuh. Terima kasih Wulan
untuk festival ini”.
“Sama-sama, Abah.
Tidak ada gunanya untuk bersedih. Abah harus bisa maju terus ke depannya.
Sekarang mari kita lanjutkan kegembiraan musik dijamin melepaskan suara hati
Abah.”
Abah pun menggangguk
sambil senyum ke Wulan. Mereka melanjutkan bernyanyi dan menari bersama. Abah
bernyanyi sambil berjoget aneh-anehan diiringi debukan musik alat perkusi
dimainkan Wulan.
Ketika memasuki
alunan nyanyian lagu terakhir. Tiba-tiba, Abah berhenti sejenak sambil
menyipitkan kedua matanya setajam elang. Dengan refleks, Abah melengking
tinggi.
“MALIIIIIINNGGGGG!”
Semua warga pun
dibuat kaget mendadak dan langsung menutup kedua telinga. Di sekitar kerumunan
warga tampak terlihat 4 orang yang merespon kontak mata ke Abah berkat suara
lengkingan uniknya. Abah memang tidak dapat dianggap remeh. Wulan tahu
kemampuan Abah bisa mengenali wajah orang meskipun wajah ditutupi apapun. Tanpa
sadar, Abah langsung mengejar 4 orang itu ternyata komplotan maling sambil
menembus kerumunan warga.
“Mah, Wulan mau
ngejar Abah yang lagi ngejar maling.” Wulan dihampiri Mamah. Mamah terlihat
menghela napas.
“Lan, ayo kita
sama-sama kejar Abah”.
“Ayo Mah”. Wulan
memberi isyarat pada teman-teman sesama komunitas musik perkusi dan warga satu
kampung untuk membantunya dalam misi mengejar Abah lagi mengejar maling.
Abah kembali
bersemangat. Abah melanjutkan nyanyian potongan lirik lagu Koes Plus terakhir
tadi tidak sempat diselesaikan sambil mengejar komplotan maling berada di
depannya sepanjang jalan raya yang sepi. Semangat para pengejar di belakang
Abah bertambah berkat nyanyian Abah bersuara tinggi. Wulan dan teman-teman
sesama komunitas lantas memainkan alat perkusi yang ringan dan mudah dibawa.
Terjadilah aksi
pengejaran komplotan maling malah menyerupai aksi parade jalanan yang mirip
parade kampanye pemilihan calon presiden dan wakil presiden. Polisi yang
kebetulan di tempat kejadian dibuat bingung ketika melihat aksi sepasukan
parade tidak biasa.
Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Writing Project
#DanBernyanyilah yang diselenggarakan oleh Musikimia, Nulisbuku.com dan
Storial.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar