Senin, 30 November 2015

Karma Menang Undian

Suasana kampung Maju Mundur sedang ramai pada perayaan kemerdekaan 17 Agustus. Perayaan ini dilaksanakan untuk merayakan sekaligus mengingat kemerdekaan atas Indonesia telah berhasil mengusir bangsa penjajah di bumi Nusantara. Berbagai ragam kegiatan dilaksanakan di kampung Maju Mundur, salah satunya kegiatan jalan sehat pagi diakhiri acak undian berhadiah berupa benda elektronik dan kebutuhan rumah tangga bermerek dan berkualitas bagus.
“Abah, jangan jauh-jauh. Mamah ini susah nyusul Abah. Mamah sudah tidak kuat habis jalan sehat tadi pagi. Sesak di kerumunan.” teriak Wulan sambil memegang pundak Mamah.
Abah tetap tidak bergeming. Pikirannya terhanyut di suasanan kerumunan riuh saat pembawa acara mengumumkan hasil undian terakhir berhadiah televisi bermerek terkenal dengan kualitas layar terbaik. Dalam hati, Abah komat-kamit memanterai hasil undian diakhiri hadiah televisi ke Abah.
Tak lama, pembawa acara sudah memegang kertas nomor undian dan mengumumkan hasil acak undian. “Pemenang terakhir acak undian berhadiah televisi adalah nomor…... 115!”
Mendengar nomor undian yang disebutkan, Abah langsung berteriak sekeras-kerasnya.
“AKU MENANG! AKHIRNYA TELEVISI JADI MILIKKU”.
Semua orang disekeliling Abah kaget setelah mendengar suara lengkingannya. Wulan dan Mamah juga ikut kaget saat mendengar suara Abah dari kejauhan.
“Abah? Apakah Abah menang dapat hadiah acak undian?”. Wulan memandang ke kerumunan dari jauh.
Kaki Mamah sudah merasa kesakitan. Sambil duduk, Mamah merasa cemberut.
“Lan, Abah ini dah lebay banget. Kalau senang ini itu, Abah langsung saja berteriak-teriak. Mamah pengen nutup mulut Abah dengan cabe-cabe pedas.” Mendengar kata-kata Mamah, Wulan hanya bisa tertawa cekikian.
“Mah, walaupun Abah begitu. Abah hebat. Wulan bangga punya sosok Abah.” Wulan mengajukan dua jempol ke Mamah.
Abah terkenal dengan suara lengkingan unik hampir menyerupai suara ayam jantan berkokok di kampung Maju Mundur. Tak heran, Abah sering diminta tugas ronda keliling kampung untuk memastikan keamanan kampung dijaga. Kalau ada maling dilihat sedang ngerampok rumah warga, Abah tak segan-segan berteriak ala jurus kungfu auman singa yang ada di film Kungfu Hustler merupakan film favorit Abah, sehingga lantas sekejap membangunkan seluruh warga satu kampung.
****
Sesampainya di rumah, Abah langsung senyum-senyum sambil memandang televisi baru yang didapat dari acak undian menggantikan televisi lama yang sudah ketinggalan zaman.
“Abah, jangan sombong karena punya tivi bagus daripada punya tetangga di sebelah. Ntar, dapat karma.” ujar Mamah sambil memegang sendok kayu ke Abah.
“Tenang aja, Mah. Kita mesti bersyukur punya tivi bagus. Kita kan beruntung bisa nonton tivi ini yang dilengkapi parabola bagus dijamin tanpa gangguan.” komentar Abah.
Mamah hanya bisa menghembuskan napas dan segera menuju dapur setelah tercium gorengan tempe mendoan lezat sudah matang. Wulan tertawa kecil dan menghampiri Abah.
“Abah ini bisa saja. Semoga tidak ada karma ya, kan Abah.”
****
Jam menunjukkan pukul 10 malam, Abah berpakaian baju koko putih lengkap dengan sarung, kopiah hitam, dan senter. Abah menemui Mamah dan Wulan.
“Abah pamit ya mau ngeronda keliling kampung.”
“Ya Abah. Jangan teriak-teriak nanti kalau ketemu maling, lebay banget lengkingan Abah. Hati-hati ya bah.” Mamah langsung menyalami Abah. Abah pun tertawa kecil.
“Abah hati-hati ya.” Wulan ikut menyalami Abah.
Setelah Abah pergi untuk ngeronda rutin keliling kampung bersama teman-temannya. Mamah dan Wulan pun menuju ke tempat tidur masing-masing dan tertidur pulas.
KRESEK…..KRESEKK…..KRESEKKK……PRAAAANGGG
Suara aneh dan terdengar seperti suara piring pecah membuat Wulan dan Mamah terbangun cepat setelah tidur 3 jam. Wulan cepat-cepat menemui Mamah.
“Mah, suara apa itu terdengar piring pecah. Apa jangan-jangan……” kata-kata Wulan dipotong Mamah.
“Lan, jangan bersuara, harus diam. Mungkin itu ulah maling. Kita harus telepon polisi sebelum Abah datang.”
“Telepon polisi? Telepon ada di ruang keluarga. Tidak bisa ke sana.” kilah Wulan. Mendengar alasannya, Mamah menemukan ide. Mamah langsung ke dapur dan membawa beberapa alat dapur ke Wulan.
“Wah, Mamah ini.” Wulan hanya bisa melongo setelah menerima wajan dan panci besi dari Mamah.
“Lan, selagi Mamah akan menghadang maling nakal. Kamu harus cepat-cepat telepon polisi, oke?” Mamah mengacungkan satu jempol.
Kepala Mamah ditutupi panci besi besar dan dua tangannya memegang sendok penggorengan dan wajan besi bulat digunakan sebagai perisai. Akhirnya, mereka berdua bersiap-siap dan melancarkan aksi heroik berbekal alat dapur.  
Sesaat Wulan dan Mamah memerongki maling berjumlah 4 orang terlihat sedang mencuri tivi baru yang didapat dari acak undian. Kelompok maling yang wajah ditutupi sarung, hanya mata saja yang terlihat dibuat kaget oleh aksi heroik Wulan dan Mamah.
“Mah, mereka mencuri tivi baru kesayangan Abah. Harus telepon polisi secepatnya!”. Wulan bergegas menuju ke tempat telepon rumah berada setelah mengayunkan wajan besi ke muka maling yang pertama kontak dengan Wulan. Maling pun dibuat jatuh tersungkur ke lantai.
“Ya lan, cepetan”. Dengan tatapan mata pemangsa, Mamah menghadang satu maling sempat bangun habis ditampar wajan besi oleh Wulan, lalu memberi isyarat pada tiga temannya untuk segera kabur ke luar rumah sambil membawa tivi secepat kilat.
“Yah, mereka mau kabur. Jangan coba-coba kabur. MALIIIIIINGGGGG!” teriak Mamah bergegas ke luar rumah. Suara Mamah terdengar kalah keras dengan suara Abah.  
Kebetulan Abah berada di kejauhan dari posisi rumahnya bersama teman-teman ronda. Abah melihat Mamah berlari keluar rumah mengejar kelompok maling sudah di truk pikap dengan tivi sudah di tangannya. Dengan mata setajam elang, Abah baru menyadari tivi kesayangannya dicuri maling. Bukannya berteriak ada maling, Abah malah berteriak untuk tivi kesayangannya.
“TIVIIIIIIIIKUUUUUUUUU……….”
Teriakannya sekeras ayam jantan tua melengking terus. Seluruh warga satu kampung terbangun cepat dan berhamburan ke luar rumah. Mobil polisi tepat tiba di rumah Abah bersamaan dengan truk pikap maling sudah kabur duluan membawa tivi kesayangan Abah.
****
“Sabar ya Bapak, tivi pasti ditemukan. Kami akan usut pencurian tivi bapak secepatnya” Pak Polisi menyemangati Abah tertunduk lemas dan meninggalkan Abah di luar rumah, Mamah dan Wulan menghampiri Abah.
“Abah, sepertinya karma buat Abah”. kata Mamah ke Abah.
“Mamah kok berkata gitu. Abah jadi sedih”. Abah memangku ke pundak Mamah.
“Sudah ya Abah. Polisi pasti balikin tivi yang dicuri maling. Saat ini hanya bisa menunggu kabar.” Wulan ikut menghibur Abah.
Jam terus berputar cepat menuju ke pukul 06.30 pagi, Wulan bersiap-siap berangkat ke kampus diboncengi Pak Upik, tukang ojek langganannya sekaligus teman ronda Abah.
“Abah, Wulan berangkat. Abah jangan sedih ya.” senyum Wulan setelah menyalami Abah dan Mamah.
Setelah Wulan berangkat menuju ke kampusnya. Abah pun meminum kopi hangat dari Mamah sambil duduk dan mendengarkan nyanyian musik melalui radio jadulnya.
“Abah, sudah berapa lagi mau minta segelas kopi. Ntar, Abah sakit perut akibat kebanyakan kopi.” sewot Mamah.
“Ya Mah, Abah tidak ada selera untuk semangat. Tivi Abah sudah hilang. Tivi abah dicuri maling. Hati Abah terasa dikerumuni awan hitam. Benar-benar mendung.”
Mamah bingung dibuat oleh kelakukan Abah.
“Sudah ya, Abah. Hidup ini terlalu indah untuk ditangisi. Mamah mau masak di dapur. Abah dengerin musik dulu biar semangat kembali.”
Abah menyetel radio ke saluran lain dan merebahkan punggungnya ke sandaran kursi sambil mendengarkan musik balad era 80-an. Alunan nyanyian musik balad cukup mampu menenangkan hati Abah yang gundah. Abah pun menyanyi dan menari sebisanya sambil mendengar musik balad. Di dapur, Mamah pun senyum-senyum membayangkan tarian aneh Abah. Mamah sudah lama mengenal tarian Abah yang paling aneh sekampung.
****
“Abah,  Sini. Sini. Wulan mau ngasih kejutan buat Abah.” ajak Wulan sambil mengandeng lengan Abah diikuti Mamah ke lapangan rumput di kampung Maju Mundur.
Saat memasuki lapangan rumput yang luas, Abah dan Mamah dibuat tertegun oleh keramaian festival seni.
“Abah, Mamah. Ini festival seni untuk Abah dari kampus Wulan. Mereka menyetujui ide dan tempat untuk festival seni di sini.” senyum Wulan, lalu memeluk Abah dan Mamah.
“Terima kasih ya Wulan. Abah senang.”
“Sama-sama, Abah. Tunggu di depan panggung kecil itu sama Mamah ya. Wulan ada kejutan lagi untuk Abah”.
Abah menyanggupi. Abah dan Mamah segera ke depan panggung kecil. Di atas panggung, Wulan bersama teman-teman kampusnya menyambut keriuhan semua warga kampung Maju Mundur. Wulan bersikap layaknya seorang pembawa acara.
“Halo semuanya. Saya Wulan dan teman-teman satu kampus dan sesama komunitas musik perkusi. Kami membawakan lagu Energi dari band Kotak menggunakan alat perkusi. Mari kita bernyanyi bersama. Ayo bersenang-senang!”
Jiwa dan semangat warga kampung Maju Mundur kembali bertambah setelah Wulan dan teman-teman sesama komunitas menyanyikan lagu Energi sambil memainkan alat perkusi. Semua warga satu kampung, termasuk Abah dan Mamah terhanyut dalam alunan nyanyian musik yang dimainkannya. Abah pun berjoget gaya gangnam dari penyanyi korea terkenal, PSY.
“Idih, joget Abah aneh. Sekarang Abah sudah merasa tidak menyesal hanya karena tivi dicuri maling?”
“Ya, Mah. Hidup terlalu singkat untuk disesali. Tidak ada gunanya menyesali untuk tivi Abah dicuri maling”, jawab Abah enteng.
Mamah pun tersenyum sesaat. “Ya benar, Abah. berterimakasihlah pada Wulan sudah membuat hidup Abah berwarna kembali”.
Setelah kurang dari satu jam, nyanyian musik berakhir. Wulan kembali menyambut antusias semua warga.
“Rasakan yang tadi kalian nyanyikan. Bernyanyi membuat kalian rasakan ya kan?” Diiringi riuh tepuk tangan warga sekampung.
“Berikutnya satu lagu terakhir. Kami akan membawakan salah satu lagu Koes Plus dari era 80-an yang merupakan salah satu lagu favorit Abah saya”. Wulan turun dari panggung sambil memegang salah satu alat perkusi, galon air minum.
“Abah, mari kita bernyanyi dan menari bersama. Yuk, Abah.” Wulan menarik tangan Abah ke pusat perhatian disekelilingi warga satu kampung. Mamah melihat Abah dan Wulan dari dekat sambil mengacungkan dua jempolnya ke Wulan diikuti respon kedipan mata Wulan.
“Wulan, Abah senang. Abah sudah merasa tidak lagi sedih. Abah merasa sembuh. Terima kasih Wulan untuk festival ini”.
“Sama-sama, Abah. Tidak ada gunanya untuk bersedih. Abah harus bisa maju terus ke depannya. Sekarang mari kita lanjutkan kegembiraan musik dijamin melepaskan suara hati Abah.”
Abah pun menggangguk sambil senyum ke Wulan. Mereka melanjutkan bernyanyi dan menari bersama. Abah bernyanyi sambil berjoget aneh-anehan diiringi debukan musik alat perkusi dimainkan Wulan.
Ketika memasuki alunan nyanyian lagu terakhir. Tiba-tiba, Abah berhenti sejenak sambil menyipitkan kedua matanya setajam elang. Dengan refleks, Abah melengking tinggi.
“MALIIIIIINNGGGGG!”
Semua warga pun dibuat kaget mendadak dan langsung menutup kedua telinga. Di sekitar kerumunan warga tampak terlihat 4 orang yang merespon kontak mata ke Abah berkat suara lengkingan uniknya. Abah memang tidak dapat dianggap remeh. Wulan tahu kemampuan Abah bisa mengenali wajah orang meskipun wajah ditutupi apapun. Tanpa sadar, Abah langsung mengejar 4 orang itu ternyata komplotan maling sambil menembus kerumunan warga.
“Mah, Wulan mau ngejar Abah yang lagi ngejar maling.” Wulan dihampiri Mamah. Mamah terlihat menghela napas.
“Lan, ayo kita sama-sama kejar Abah”.
“Ayo Mah”. Wulan memberi isyarat pada teman-teman sesama komunitas musik perkusi dan warga satu kampung untuk membantunya dalam misi mengejar Abah lagi mengejar maling.
Abah kembali bersemangat. Abah melanjutkan nyanyian potongan lirik lagu Koes Plus terakhir tadi tidak sempat diselesaikan sambil mengejar komplotan maling berada di depannya sepanjang jalan raya yang sepi. Semangat para pengejar di belakang Abah bertambah berkat nyanyian Abah bersuara tinggi. Wulan dan teman-teman sesama komunitas lantas memainkan alat perkusi yang ringan dan mudah dibawa.
Terjadilah aksi pengejaran komplotan maling malah menyerupai aksi parade jalanan yang mirip parade kampanye pemilihan calon presiden dan wakil presiden. Polisi yang kebetulan di tempat kejadian dibuat bingung ketika melihat aksi sepasukan parade tidak biasa.            


Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Writing Project #DanBernyanyilah yang diselenggarakan oleh Musikimia, Nulisbuku.com dan Storial.co

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...